Sejumlah tau-tau berada di daerah kuburan di dinding tebing di kawasan wisata Ketekesu, Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Sejak ditetapkan jadi lokasi Zona Hijau di akhir Oktober lalu, sejumlah daerah wisata di Toraja Utara merasa ramai dikunjungi wisatawan dengan menerapkan protokol kesehatan.
Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan anggota utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan lebih kurang 1 juta jiwa, dengan 500 ribu atau setengahnya tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa.
Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, selagi beberapa menganut agama Islam dan keyakinan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia sudah mengakui keyakinan ini sebagai anggota dari agama Hindu Dharma.
Asal Usul Suku Toraja
Dalam buku Tongkonan Mahakarya Arsitektur Tradisional Suku Toraja (2017) oleh Weni Rahayu, dijelaskan bahwa ada beberapa versi dari asal-usul nama Toraja. Orang Bugis-Sidenreng menyebutnya orang Toraja dengan nama ‘to riajang’ yang berarti ‘orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan’.
Sementara orang Luwu pada zaman Belanda menyebut orang Toraja dengan ‘to riaja’ yang berarti ‘orang yang berdiam di sebelah barat’. Ada pula versi lain yang menyebut bahwa orang Toraja berasal dari ‘toraya’, yang berarti orang besar atau bangsawan.
Dari mitos yang beredar di masyarakat, Toraja adalah sebuah negeri otonom bernama ‘Tondok Lepongan Bulan’ atau ‘Tana Matarik Allo’. Para bangsawan menjelaskan Toraja berasal dari kata tau raja yang berarti orang raja atau keturunan raja.
Baca juga:
Alat Musik Jawa Tengah Terpopuler
Alat Musik Tradisional Asal Daerah Papua
Dalam mitos tersebut, para bangsawan Toraja (tana’ bulaan) beranggapan bahwa mereka nenek moyang mereka adalah keturunan Puang Matua (dewa tertinggi/Tuhan) yang sesudah itu diangkat jadi raja di Tondok Lepongan Bulan atau Tana Matarik Allo.
Sampai selagi ini keyakinan tersebut masih hidup dan dideklamasikan didalam pernikahan antara para bangsawan (tana’ bulaan).
Tradisi khas Suku Toraja
Suku Toraja mempunyai keunikan pada kuburan. Ada berbagai macam style kuburan yang sanggup kamu temui di sini, yang berbeda dengan kuburan pada umumnya.
Kamu sanggup menemukan style kuburan yang seluruh bentuknya sangat unik sebagai ciri khas Suku Toraja. Seperti kuburan pohon, kuburan batu, kuburan ganung, dan kuburan goa.
Masing-masing kuburan mempunyai kisah dan makna tersendiri bagi penduduk kebiasaan setempat supaya wawasanmu tentang budaya lokal makin lama bertambah.
1. Rambu solo
Rambu Solo adalah upacara pemakaman kebiasaan Toraja, sebagai wujud penghormatan paling akhir kepada orang yang sudah meninggal. Rambu Solo termasuk bertujuan untuk mengantarkan arwah seseorang yang sudah meninggal ke alam roh.
Dalam penduduk Toraja, upacara pemakaman (Rambu Solo’) merupakan ritual yang paling mutlak dan berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka ongkos upacara pemakamannya bakal makin lama mahal. Dalam agama aluk, hanya keluarga bangsawan yang berhak menggelar Upacara pemakaman yang besar.
Upacara pemakaman seorang bangsawan kebanyakan dihadiri oleh ratusan orang dan terjadi sepanjang beberapa hari.
2. Ma’nene
Tradisi Ma’nene termasuk merupakan normalitas Suku Toraja yang terkait dengan penghormatan kepada orang yang sudah meninggal atau ritual kematian. Ma’nene adalah ritual kebiasaan suku Toraja dimana jenazah para leluhur dibersihkan dan juga digantikan pakaiannya.
Bagi penduduk Toraja, Ma’nene merupakan wujud dari pentingnya mengingat leluhur dan melindungi pertalian kekeluargaan. Selain itu, lewat ritual ini dipercayai dengan memperlakukan jenazah dengan baik maka kehadiran para leluhur bakal mengundang dampak positif bagi keluarga yang masih hidup.
3. Mangrara Banua
Mangrara Banua adalah normalitas penduduk Suku Toraja sebagai perayaan atas selesainya pembuatan banua barung-barung atau tongkonan. Tradisi ini harus dijalankan oleh seluruh keturunan dari pemilik tongkonan sebagai pengabdian pada tongkonan keluarga.
Tradisi Mangrara Banua dijalankan sepanjang beberapa hari dengan melibatkan beberapa hewan sebagai pengorbanan.
4. Ma’bugi
Ma’bugi adalah ritual tolak bala yang jadi suatu normalitas bagi penduduk Toraja. Dalam normalitas Ma’bugi, penduduk nampak dari rumah dengan menyanyikan lagu ritual, memasang umbul-umbul dari daun ijuk muda. Beberapa tanaman berhias merah dan kuning dipasang di sepanjang jalur sebagai lambang keinginan dukungan dari segala musibah kepada para leluhur.