Mengenal Suku Tengger, dari Asal Usul hingga Tradisi

Suku Tengger jadi keliru satu grup etnis yang mewarnai keragaman masyarakat yang menduduki lokasi Indonesia, terlebih di Pulau Jawa. Suku Tengger adalah masyarakat asli yang berasal dari tempat dataran tinggi di kira-kira pegunungan Tengger, Bromo, dan Semeru yang terletak di Jawa Timur. Suku Tengger termasuk dikenal dengan beragam sebutan layaknya wong Brama, orang Bromo, atau wong Tengger. Masyarakat Tengger tidak cuma tinggal di lereng pegunungan, tetapi termasuk tersebar di beberapa tempat di sekitarnya layaknya Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Malang.

Asal Usul Suku Tengger

Secara etimologi, makna ‘tengger’ berasal dari bhs Jawa yang Slot777 Gacor bermakna tegak, diam tanpa bergerak yang andaikan dikaitkan bersama keyakinan masyarakat, tengger juga sanggup berasal dari singkatan tengering budi luhur. Namun penduduk setempat yakin kecuali nenek moyang masyarakat Suku Tengger berasal dari Majapahit.

Hal ini berkaitan bersama era kerajaan Hindu di Pulau Jawa, di mana pegunungan Tengger diakui sebagai tempat suci yang dihuni abdi spiritual dari Sang Hyang Widi Wasa yang disebut juga sebagai hulun. Teori ini dibuktikan bersama Prasasti Walandhit yang berangka 851 Saka atau th. 929 Masehi yang menceritakan ada sebuah desa bernama Walandhit di Pegunungan Tengger merupakan tempat suci yang dihuni oleh Hyang Hulun atau abdi Tuhan.

Prasasti seterusnya ditemukan di tempat Penanjakan (Desa Wonokitri) Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan yang berangka th. 1327 Saka atau 1405 M. Kemunculan Kerajaan Mataram Islam yang memperluas kekuasaannya hingga ke Jawa Timur di awal abad ke-17 tidak memengaruhi keyakinan rakyat di tempat Tengger yang masih mempertahankan identitasnya.

Tokoh Tengger menikmati situasi Bromo. Selain itu legenda nenek moyang penduduk Suku Tengger juga disebut berkaitan bersama cerita rakyat Rara Anteng dan Jaka Seger. Demi mendapat keturunan, Rara Anteng dan Jaka Seger kudu menumbalkan anak bungsunya ke dalam kawah Bromo sebagai syarat. Sayangnya, keduanya tidak mau mengorbankan sang putra dan malah menyembunyikan R Kusuma di tempat Ngadas.

Hal ini sebabkan kawah Bromo mengeluarkan letusan dahsyat, dan selanjutnya R Kusuma menentukan berkorban demi keselamatan keluarganya. Sebelum melompat ke kawah, R Kusuma berpesan untuk mengirimkan hasil bumi ke Gunung Bromo setiap tanggal 14 Kasada yang menjadi cikal dapat Yadnya Kasada. Keturunan Rara Anteng dan Jaka Seger yang tersisa dipercaya sebagai nenek moyang penduduk Suku Tengger pas ini.

Ciri-ciri Suku Tengger

Ciri khas Suku Tengger mampu diamati berasal dari cara hidup serta hasil budaya yang tetap mampu diamati sampai kala ini.

Masyarakat Tengger dalam kesehariannya berkomunikasi memanfaatkan bahasa bahasa Jawa-Tengger sebagai bahasa daerah.

Sebagian besar Suku Tengger memeluk agama Hindu, bersama dengan ditandai terdapatnya bangunan pura seperti Pura Luhur Poten.

Rumah kebiasaan Suku Tengger dikenal bersama dengan keunikan bentuk atapnya yang punyai bentuk meruncing dan meninggi yang menumpuk ke atas.

Dengan bubungan yang tinggi, rumah kebiasaan ini cuma punyai 1-2 jendela. Selain itu, di anggota depan rumah pasti tersedia bale-bale atau area untuk duduk-duduk atau bersantai.

Pemandangan Pegunungan Tengger di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.Indonesia.Travel Pemandangan Pegunungan Tengger di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Tradisi Suku Tengger

Berikut adalah ragam bentuk rutinitas yang masih dilakukan oleh Suku Tengger.

1. Upacara Kasada atau Yadnya Kasada

Upacara Kasada merupakan hari raya bagi masyarakat Tengger penganut ajaran Hindu Dharma.

Yadnya Kasada ditunaikan pada pada hari ke-14 bulan Kasada bersama dengan menggelar sesembahan berupa sesaji kepada Sang Hyang Widhi, sebagai manifestasi dari Batara Brahma.

Pelaksanaan Upacara Kasada ditunaikan dalam sebagian tahap, yakni puja Purkawa, Manggala upacara, Ngulat umat, Tri Sandiya, Muspa, Pembagian Bija, Diksa Widhi, dan penyerahan sesaji di kawah Bromo.

Proses upacara dimulai pada Sadya Kala Puja dan berakhir pada Surya Puja. Masyarakat Tengger beramai-ramai menuju Gunung Bromo untuk mengantarkan sesaji berupa hasil ternak dan pertanian ke Pura Luhur Poten Agung.

Selama pelaksanaan, Rama Dukun Pandita akan membaca Japa Mantera, yang isinya mendoakan keselamatan seluruh alam semesta.

Pura Luhur Poten yang berlokasi puncak Bromo.Indonesia Travel Pura Luhur Poten yang berlokasi puncak Bromo.

2. Raya Karo atau Yadnya Karo

Hari Raya Karo atau Yadnya Karo adalah perayaan ke-2 setelah Yadnya Kasada yang ditunaikan pada ke-2 menurut kalender Suku Tengger.

Perayaan Yadnya Karo diikuti tiga desa meliputi Desa Jetak, Wonotoro dan Ngadisari.

Makna perayaan Yadnya Karo adalah sebagai perlambang asal mula kelahiran manusia yang diciptakan Sang Hyang Widiwasa lewat perkawinan dua orang style manusia yaitu pria dan perempuan.

3. Tradisi Unan-unan

Warga Suku Tengger di lereng Gunung Bromo terhitung mengenal ritual atau formalitas unan–unan.

Istilan unan–unan berasal berasal dari kata tuno yang berarti menyusut yang terkait dengan jumlah hari dalam penanggalan Suku Tengger.

Umumnya tiap tiap bulan memiliki 30 hari, sementara, terhadap bulan spesifik akan cuma memiliki 29 hari. Sehingga kalau dijumlah terkandung selisih pada lima hingga enam hari dalam setahun.

Untuk melengkapi kekurangan tersebut, selisih hari itu dimasukkan ke dalam Bulan Dhesta atau bulan kesebelas yang cuma tersedia dalam penanggalan tiap lima th. sekali.

Sehingga terhadap Bulan Dhesta tiap lima th. sekali warga Suku Tengger menggelar ritual unan–unan untuk membersihkan desa agar selamat berasal dari malapetaka.

error: Content is protected !!