Mengenal Falsafah Suku Chaniago di Minangkabau

Keunikan dari kebudayakan minangkabau sangat banyak dan beragam. Salah satunya yaitu keunikan pada suku-suku yang ada di minangkabau. Suku-suku yang terdapat di minangkabau dapat dipandang sebagai jati diri dari orang asli minangkabau. Jati diri ini turun temurun, dan diambil dari pihak sang ibu.

Suku-suku di minangkabau termasuk suku-suku yang unik dan menarik untuk di pahami. Salah satunya yaitu Suku Chanigo, suku asal yang dibawa oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang ini merupakan salah satu induk suku di Minangkabau.

Suku Chaniago ini mengandung falsafah hidup yang menjunjung tinggi yang berbunyi “bulek aia dek pambuluah, bulek kato dek mufakat. nan bulek samo digolongkan, nan picak samo dilayangkan”.

Pepatah ini berartikan “bulat air karena pembuluh, bulat kata kerana muafakat”. Oleh sebab itu masyarakat suku Chaniago pada semua keputusan yang akan diambil untuk suatu kepentingan harus melalui proses musyawah untuk mufakat.

Falsafah tersebut tergambar pula pada bentuk  seni rumah adat bodi Chaniago yang di tandai dengan tidak adanya anjuang atau kedua sisi bangunan Rumah Gadang. Hal ini menandakan bahwa derajat seseorang tidak membuat perbedaan dan perlakuan antara yang tinggi dengan yang rendah. Hal yang dapat membedakan tinggi rendahnya seseorang pada masyarakat suku Chaniago bisa dinilai dari besarnya  tanggungjawab yang dipikul oleh orang tersebut.

Salah satu falsafah yang lain untuk mencari kata kesepakatan dalam mengambil keputusan pada suku Chaniago yang berbunyi “aia mambasuik dari bumi “(air membasuh dari bumi) artinya suara yang harus didengarkan adalah suara yang datang dari bawah atau suara itu adalah suara rakyat kecil, baru kemudian dipecahkan dalam sidang musyawarah untuk mendapatkan sebuah kata mufakat setelah itu barulah pimpinan tertinggi baik raja maupun penghulu yang menetapkan keputusan tersebut.

Baca Juga : Mengenal Suku Mentawai dan 4 Marga Besarnya

Suku Caniago adalah suku asal yang dibawa oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang yang merupakan salah satu induk suku di Minangkabau selain suku Piliang. Suku Caniago memiliki falsafah hidup demokratis, yaitu dengan menjunjung tinggi falsafah “bulek aia dek pambuluah, bulek kato dek mufakat.

Nan bulek samo digolongkan, nan picak samo dilayangkan” artinya: “Bulat air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat”. Dengan demikian pada masyarakat suku caniago semua keputusan yang akan diambil untuk suatu kepentingan harus melalui suatu proses musyawarah untuk mufakat.

Falsafah tersebut tercermin pula pada bentuk arsitektur rumah adat bodi Caniago yang ditandai dengan tidak terdapatnya anjuang pada kedua sisi bangunan Rumah Gadang. Hal tersebut menandakan bahwa tingkat kasta seseorang tidak membuat perbedaan perlakuan antara yang tinggi dengan yang rendah.

Hal yang membedakan tinggi rendahnya seseorang pada masyarakat suku Caniago hanyalah dinilai dari besar tanggung jawab yang dipikul oleh orang tersebut.

Salah satu falsafah lain untuk mencari kata kesepakatan dalam mengambil keputusan pada suku caniago adalah ” aia mambasuik dari bumi” artinya suara yang harus didengarkan adalah suara yang datang dari bawah atau suara itu adalah suara rakyat kecil, baru kemudian dirembukkan dalam sidang musyawarah untuk mendapatkan sebuah kata mufakat barulah pimpinan tertinggi baik raja maupun penghulu yang menetapkan keputusan tersebut.

Gelar Datuk Suku Caniago

Diantara gelar datuk suku ini adalah :

  • Datuk Rajo Penghulu
  • Datuak Manindiang Alam
  • Datuk Bandaro Sati
  • Datuk Rajo Alam
  • Datuk Kayo
  • Datuk Paduko Jalelo
  • Datuk Rajo Perak
  • Datuk Paduko Amat
  • Datuk SaripadoMarajo

Pecahan Suku di suku caniago terdiri dari:

  1. Sumagek
  2. Mandaliko
  3. Panyalai
  4. Payobada
  5. Guci
error: Content is protected !!