8 Tari Tradisional Aceh, dari Tari Saman hingga Tari Rapa’i Geurimpheng

Setiap daerah di Indonesia memiliki bentuk budaya yang khas, termasuk Provinsi Aceh. Hasil budaya khas Aceh yang terkenal salah satunya adalah ragam jenis tari tradisionalnya.

Tari tradisional Aceh memiliki gerak, irama, dan properti yang khas apabila dibandingkan dengan jenis tari dari daerah lain.

Seni tari khas Aceh ini tak hanya masih dilestarikan, namun juga terkenal hingga ke mancanegara.

Tari Tradisional Aceh Berikut adalah ragam tari tradisional Aceh yang masih dilestarikan hingga saat ini.

1. Tari Saman

Tari Saman merupakan tarian tradisional Aceh yang paling terkenal hingga ke mancanegara. Tak heran apabila kemuliaan Tari Saman masuk dalam salah satu warisan budaya tak benda dari Indonesia yang diakui oleh UNESCO. Tarian ini sangat khas dengan gerak dan tepukan yang cepat dan dinamis, serta iringan berupa syair yang dinyanyikan oleh penarinya. Tari Saman memiliki nilai-nilai dan filosofi tentang agama, kepahlawanan, persaudaraan dan niat baik dan memperkuat kesadaran akan kelangsungan sejarah masyarakat Suku Gayo di Aceh.

2. Tari Seudati

Tari Seudati adalah jenis tarian heroik dan gembira serta memiliki makna kebersamaan. Nama Seudati diambil dari kata syahadati atau syahadatain yang artinya pengakuan Tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah. Di dalam pementasannya, tari Seudati umumnya dilakukan oleh 8 orang penari laki-laki. Iringan Tari Seudati berasal dari para penari yang mementaskannya, yaitu bunyi dari tepukan dada dan pinggul, serta hentakan kaki dan juga jentikan jari.

3. Tari Tarek Pukat

Tari Tarek Pukat adalah tarian yang menggambarkan aktivitas para nelayan Aceh saat menangkap ikan di laut. Tarian ini ditarikan oleh sekelompok penari wanita dan ditampilkan dalam berbagai acara seperti upacara penyambutan, acara adat, dan acara budaya. Makna tarian Tarek Pukat sebagai sikap gotong royong dan semangat kebersamaan masyarakat yang direfleksikan dalam sebuah tarian.

Baca Juga : 4 Tarian Tradisional Sumatera Utara yang Wajib Diketahui Lengkap Beserta Penjelasannya

4. Tari Binih

Tari Binih menjadi tarian pergaulan masyarakat Tamiang yang berakar dari budaya Melayu. Tari ini khusus ditarikan oleh anak- anak perempuan dengan didampingi oleh seorang “tuhe binih”. Tari Binih dilaksanakan didalam ruangan rumah yang dilapisi dengan tikar kerawang yang dibawahnya tersusun papan. Papan tersebut berguna agar ketika penari menghentakan kakinya terdengar bunyi dasar sebagai pengganti gendang untuk menyamakan gerak langkah dan lenggang.

5. Tari Malelang

Tari Malelan merupakan tarian hiburan yang mengandung nasehat yang diungkapkan melalui syair-syair yang dinyanyikan oleh penari-penarinya. Tarian ini berasal dari kampung Padang, Kecamatan Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya. Gerak tari ini diambil dari cerita rakyat tentang pemuda yang bernama Malelang dengan pemudi yang bernama Madion.

6. Tari Laweut

Tari Laweut merupakan tari tradisional dari daerah Sigli, Kabupaten Pidie yang juga dikenal dengan sebutan tari Seudati Inong atau Akoom. Tari Laweut kesamaan dengan tari Seudati, dengan perbedaan pada tepukan saat menari. Selain itu, Tari Laweut dibawakan oleh perempuan sedangkan tari Seudati adalah tarian yang dibawakan oleh kaum pria. Dari asal namanya yaitu shalawat, syair pengiring pada tari Laweut mengandung pujian kepada Allah dan salawat kepada rasul, serta pesan tentang kehidupan manusia, pendidikan, dan sebagainya.

7. Tari Ratoh Jaroe

Sekilas Tari Ratoh Jaroe terlihat serupa dengan Tari Saman, padahal keduanya berbeda. Tari Saman memiliki gerakan badan yang lebih menonjol, sedangkan Tari Ratoh Jaroe dominan dengan gerakan tangan yang digabung dengan gerakan badan. Tari Ratoh Jaroe biasa ditampilkan dalam acara penyambutan dan hiburan tamu penting di Aceh. Tari ini memiliki fungsi untuk membangkitkan semangat para wanita Aceh yang dikenal pantang menyerah, pemberani, dan kompak satu sama lain.

8. Tari Rapa’i Geurimpheng

Tari Rapa’i Geurimpheng adalah tari tradisional Aceh yang berkembang pada masyarakat di pesisir timur Aceh. Tarian ini semula digunakan oleh Syekh Rifa’i dari Baghdad sebagai media dakwah Islam dan hiburan. Nama Rapa’i diambil dari kecintaan masyarakat Aceh terhadap alat musik rapa’i dan sebagai penghargaan terhadap tokoh pencipta tariannya. Sedangkan nama Geurimpheng bermakna “banyak macam” menjadi gambaran bahwa tari ini memiliki komposisi yang beraneka ragam mulai dari pukulan rapa’i, gerakan kepala dan badan, formasi hingga syair. Rapa’i Geurimpheng ditarikan oleh 8-12 penari yang disebut dengan awak rapa’I. Sementara iringannya terdiri dari tiga orang syeh (pemimpin pukulan rapa’i) yang terdiri dari apit wie, apiet teungoh dan apiet unenun, satu orang syahi (penyanyi) dan aneuk syahi (pendamping penyanyi). Tari Rapa’i Geurimpheng memiliki nilai filosofis yaitu nilai-nilai keislaman, nilai dakwah, dan juga nilai sufistik yang berkembang dalam masyarakat Aceh.

error: Content is protected !!